Perang Padri
Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau,![Sejarah Perang Padri Sejarah Perang Padri](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjez-G8cGwClw-CaMmtHso0NET7ED_E8A7b0-M-lQFWsdLAJFx2ZKCDyksFSJ-0NTxVYJAnyKwNOkTKPvJVC_u0YwaXpyXquoPIqsfmn04J3r4a1-lP1gs7-IUWmVnFwZaS1gO2wWPY1oM/s1600/perang+pdri.jpg)
Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni: Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang melakukan gerakan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum
Padri. Mengenai sebutan padri ini sesuai dengan sebutan orang Padir di Aceh. Padir itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda menyebutnya dengan padri yang dapat dikaitkan dengan kata padre dari bahasa Portugis untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih. Sementara kaum Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.
NAMA PADRI
“Ada beberapa pendapat mengenai istilah padri. Ada yang mengatakan, padriberasal dari kata Portugis, padre yang artinya “bapak”, sebuah gelar yangbiasa diberikan untuk golongan pendeta. Ada pula yang mengatakan berasaldari kata Pedir, sebuah kota Bandar di pesisir utara Aceh, tempat transit danpemberangkatan kaum muslimin yang akan melaksanakan ibadah haji keMekah. Di Minangkabau pada awal abad XIX istilah padri belum dikenal.Waktu itu hanya popular sebutan golongan hitam dan golongan putih.Penamaan ini didasarkan pada pakaian yang mereka kenakan. Golonganputih yang pakaiannya serba putih adalah para pembaru, kemudian olehpenulis-penulis sejarah disebut sebagai kaum Padri/Padri. Belum diketahuimengapa golongan putih ini mereka sebut sebagai kaum Padri, sedangkanuntuk golongan hitam merupakan kelompok yang memakai pakaian serbahitam. Kelompok ini merupakan kelompok yang mempertahankan pahamyang terlebih dahulu sudah berkembang lama di Minangkabau, sehingga jugadikenal sebagai golongan adat” (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012:415)
Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran Islam, kaum Padri menentang praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum Adat yang memang dilarang dalam ajaran Islam seperti berjudi, menyabung ayam, minum-minuman keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat penting
kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara kedua belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya.
Tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai residen di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh Adat, Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian ini maka beberapa daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 Februari 1821, Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil menduduki Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri, maka tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri.
0 Response to "Sejarah Perang Padri"
Post a Comment